SELAMAT DATANG BERSAMA INVESTASI TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA

Sabtu, 29 Juni 2013

Provinsi Bengkulu Budidayakan Tanaman Kayu Gaharu

http://www.gaharujabar.com/wp-content/uploads/2013/01/528468_384317468329225_1333663333_n.jpg

GAMBAR BIBIT GAHARU

 Provinsi Bengkulu Budidayakan Tanaman Kayu Gaharu
(ivan / MI)
JAKARTA - MI: -->
BENGKULU—MIOL: Pemprov Bengkulu sejak tahun lalu mulai mensosialisasikan usaha budidaya kayu gaharu (aquilaria malacensis), untuk dijadikan andalan pendapatan non kayu di masa mendatang.
Kayu gaharu merupakan satu hasil hutan non kayu mengandung damar wangi (aromatic resin) dan bisa dijadikan sebagai komoditi elit bernilai ekonomi tinggi, kata Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu Ir Soegito, Kamis.

Pengembangan bibit gaharu dari Cabutan (dengan teknik penyungkupan)

Bagi Teman-teman yang ingin mengembangkan bibit gaharu sendiri baik untuk keperluan tanam sendiri atau keperluan bisnis (dijual lagi) kami menyediakan dalam bentuk cabutan anakan.
1. Anakan gaharu tinggi 5 cm - 10 cm    Harga Rp. 500/bibit. 
    
 Gambar Anakan gaharu tinggi 5 - 10 cm
2. Anakan gaharu tinggi 15 cm - 30 cm   Harga Rp. 800/bibit

INFORMASI BENGKULU Budidaya Gaharu

Katalog Produk

Budidaya Gaharu

Keterangan:082113679988 atau gaharu.mandiri@ yahoo.com - Jual Bibit Gaharu. Kami menyediakan bibit gaharu dalam jumlah yang besar.Tersedia bibit gaharu berbagai species ( A. Malaccensis, A. Microcarpa, A. Beccariana, A. Crassna, Gyrinops Versteegii) dari ukuran 5Cm s/ d 100Cm ( Cabutan atau Polybag) dengan harga yang sangat murah. Bibit kami telah terjual mulai dari Aceh sampai Papua. Kami siap melayani permintaan dari seluruh Indonesia. Bagi yang berminat dapat menghubungi 082113679988 atau gaharu.mandiri@ yahoo.com


Kenalkan ke teman Anda

Kontak Perusahaan
Nama:Tn. Gaharu Mandiri [Direktur/CEO/Manajer Umum]
E-mail:Kirim Pesan
Nomer HP:082113679988
Nomer Telpon:082113679988
Nomer Faks:082113679988
Alamat:Jl. Kinibalu
Bengkulu, Bengkulu
Indonesia
Menjual Bibit Gaharu dan Jasa Budidaya Gaharu
http://indonetwork.co.id/GaharuMandiri/2608266/budidaya-gaharu.htm

Membuat situs langsung jadi?
Silahkan Klik disini!

Kementerian Kehutanan Kembangkan Teknologi Penghasil ”Gaharu Kualitas Super”

Kementerian Kehutanan Kembangkan Teknologi Penghasil ”Gaharu Kualitas Super”

  Departemen Kehutanan Kembangkan Teknologi Penghasil

 ”Gaharu Kualitas Super”

Kerap kali Gaharu dikenal sebagai pohon berkayu wangi layaknya kayu Cendana. Padahal, berbeda sama sekali. Gaharu pun sekarang bukan melulu berkah alam tanpa campur tangan manusia karena ditemukan metode produksi gaharu buatan yang tak kalah dengan yang alami.
Di Bogor, Jawa Barat, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kehutanan pada Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan mengembangkan rekayasa produksi gaharu buatan.
Risetnya dimulai sejak tahun 2000. Riset itu menunjukkan keberhasilan dalam waktu satu sampai dua tahun terakhir ini.
Gaharu itu sendiri sebagai hasil persenyawaan enzim jamur tertentu yang menginfeksi kayu jenis tertentu pula. Persenyawaan itu menghasilkan damar wangi yang kemudian dikenal sebagai gaharu.
Kayu yang mengandung damar wangi atau gaharu kategori paling bagus atau kelas super mencapai harga Rp 50 juta per kilogram. Melalui metode penyulingan, gaharu umumnya dimanfaatkan sebagai pewangi.
Kepala Bidang Puslitbang Hutan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Sulityo A Siran mengatakan, gaharu mulai diendus pula untuk obat herbal berbagai jenis penyakit berat, seperti tumor, kanker, lever, tuberkulosis, dan ginjal.
Soal pepatah, ”Sudah gaharu, cendana pula!”, menurut Sulistyo, itu hanyalah pepatah untuk menguatkan suatu hal. Gaharu beraroma wangi. Tentu akan wangi berlipat-lipat jika gaharu terdapat di kayu cendana yang memang sudah wangi. ”Pada kenyataanya, gaharu tidak pernah berada di kayu cendana,” ujarnya.
Teknik Budidaya Gaharu
Beberapa jenis tumbuhan berpotensi untuk memproduksi gaharu sudah dieksplorasi. Jenis tumbuhan itu meliputi Aquilaria sppAetoxylon sympetallumGyrinops, dan Gonsystylus.
Berbagai jenis tumbuhan itu tersebar di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua. Tetapi, keberadaannya sekarang mulai langka.
Masyarakat juga sulit mengenali jenis tumbuhan tersebut. Salah satu jenis Aquilaria di Kalimantan dikenal dengan nama lokal karas. Keberadaannya mulai jarang dijumpai pula.
Teknik budi daya gaharu dengan cara penginfeksian jamur pembentuk gaharu ke dalam batang pohon potensial. Isolat jamur penginfeksi atau pembentuk gaharu sudah dieksplorasi Balitbang Kehutanan dengan hasil diperoleh dari genus Fusarium dan Cylindrocarpon.
Saat ini diperoleh dari genus Fusarium sebanyak 23 isolat jamur. Empat isolat jamur Fusarium paling cepat menginfeksi kayu berpotensi menjadi gaharu.
”Dalam satu bulan kayu yang diinfeksi dengan keempat isolat jamur tersebut sudah mampu menunjukkan tanda-tanda keberhasilannya,” kata Sulistyo.
Kemudian gaharu buatan itu bisa dipetik pada usia satu hingga tiga tahun. Pohon potensial yang dipilih untuk membentuk gaharu, yang sudah berdiameter lebih dari 15 sentimeter dan usianya di atas 5-6 tahun.
Untuk menyuntikkan isolat jamur penginfeksi, sebelumnya pohon potensial dilukai. Pada bagian pelukaan tersebut, isolat jamur disuntikkan. ”Dalam satu pohon disuntikkan isolat jamur pada 200 sampai 300 titik pelukaan batang,” kata Sulistyo. Dalam pelukaan kemudian terjadi infeksi jamur yang membentuk warna kehitam-hitaman.
Selama tiga tahun, semburat warna kehitaman itu akan menyebar ke atas dalam jarak hanya 3-4 sentimeter saja. Semburat warna kehitam-hitaman pada serat kayu itulah yang disebut gaharu.
Selama ini gaharu alam yang paling bagus disebut gaharu super yang berwarna hitam pekat, padat, keras, mengilap, dan beraroma kuat khas gaharu.
Gaharu super tidak menampakkan serat kayunya. Bentuknya seperti bongkahan yang di dalamnya tidak berlubang.
”Klasifikasi mutu gaharu ditetapkan ada enam mutu. Berturut-turut dari yang paling bagus, yaitu Super (Super King, Super, Super AB), Tanggung, Kacangan (Kacangan A, B, dan C), Teri (Teri A, B, C, Teri Kulit A, B), Kemedangan (A, B, C) dan Suloan.” kata Sulistyo.
Kelas cincangan merupakan potongan kecil-kecil dari kayu yang terinfeksi menjadi gaharu. Meskipun tidak berwarna kehitaman atau tidak mengandung getah gaharu, kelas cincangan masih menunjukkan aroma khasnya. Biasanya, gaharu ini digunakan untuk pembuatan dupa atau hio.
Dalam proses produksi gaharu buatan, yang sangat penting dikuasai adalah proses pembenihan, persemaian, penanaman, dan pemeliharaan pohon-pohon berpotensi gaharu.
Tidak kalah pentingnya, yaitu tahapan pembentukan isolat jamur yang akan diinfeksikan. Metodenya, meliputi isolasi jamur pembentuk yang diambil dari jenis pohon penghasil gaharu.
Setelah jamur berhasil diidentifikasi kesesuaiannya, kemudian diperbanyak ke dalam media cair atau padat. Isolat jamur hasil perbanyakan pun siap disuntikkan ke pohon berpotensi gaharu.
Manfaat dan Kegunaan Kayu Gaharu
Sampai saat ini, pemanfaatan gaharu masih dalam bentuk bahan baku (kayu bulatan, cacahan, bubuk,atau fosil kayu yang sudah terkubur. Setiap bentuk produk gaharu tersebut mempunyai bentuk dan sifat yang berbeda.
Gaharu mempunyai kandungan resin atau damar wangi yang mengeluarkan aroma dengan keharuman yang khas.
Dari aromanya itu yang sangat popular bahkan sangat disukai oleh masyarakat negara-negara di Timur Tengah, Saudi Arabia, Uni Emirat, Yaman, Oman, daratan Cina, Korea, dan Jepang sehingga dibutuhkan sebagai bahan baku industri parfum, obat-obatan, kosmetika, dupa, dan pengawet berbagai jenis asesoris serta untuk keperluan kegiatan keagamaan, gaharu sudah lama diakrabi bagi pemeluk agama Budha, dan Hindu.
Dengan seiringnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi industri, gaharu bukan hanya berguna sebagai bahan untuk industri wangi-wangian saja, tetapi juga secara klinis dapat dimanfaatkan sebagai obat.
Gaharu bisa dipakai sebagai obat: anti asmatik, anti mikroba, stimulant kerja syaraf dan pencernaan ,obat sakit perut, perangsang nafsu birahi, penghilang rasa sakit, kanker, diare, tersedak, tumor paru-paru, obat tumor usus, penghilang stress, gangguan ginjal, asma, hepatitis, sirosis, dan untuk kosmetik (perawatan wajah dan menghaluskan kulit).
Kayu Gaharu dan Kegunaannya
Kandungan kimia yang terdapat dalam gaharu merupakan komponen-komponen yang terdiri dari sesquiterpenes, sesquiter-pene alcohol, kompoun oxygenated dan chromone. Selain itu, juga terdiri dari komponen-komponen agarospiral, jinkohol-eramol, jinkool yang menghasilkan aroma gaharu.
Penggunaan kayu dalam industri perkayuaan di mana kayunya digunakan dalam industri pembuatan kotak pembungkus, papan lapis, cenderamata, perabot, sarung senjata, chopstick dan lain-lain.
Gaharu digunakan dalam upacara keagamaan Cina, Ayurvedic dan upacara kaum di Tibet. Gaharu digunakan sebagai pengharum rumah di Timur Tengah, di Papua New Guinea digunakan sebagai obat-obatan tradisional oleh masyarakatnya. Di masa sekarang gaharu juga digunakan sebagai bahan minyak wangi dan kosmetik.
Gaharu Sembuhkan Banyak Penyakit
Gaharu dikenal berasal dari marga tumbuhan bernama Aquilaria. Di Indonesia tumbuh berbagai macam spesiesnya, seperti A. malaccensis, A. microcarpa, A. hirta, A. beccariana, dan A. Filaria.
Karena banyaknya jenis tumbuhan ini ada di Indonesia, maka bukan barang aneh, bila kemudian tumbuhan ini juga banyak dimanfaatkan masyarakat. Salah satu manfaatnya merupakan fungsi flora ini sebagai obat.
Meningkatnya penggunaan obat-obatan dari bahan organik seperti tumbuhan (herbal), membuat gaharu semakin diminati sebagai bahan baku obat-obatan untuk berbagai macam penyakit.
Dari hasil penelitian yang ada, gaharu dikenal mampu mengobati penyakit seperti stres, asma, liver, ginjal, radang lambung, radang usus, rhematik, tumor dan kanker.
Kini pengunaan gaharu sebagai obat terus meningkat. Tapi sayangnya hingga kini, Indonesia baru mampu memasok 15 persen total kebutuhan gaharu dunia.
Bahkan kini fungsi gaharu juga merambah untuk bahan berbagai produk kecantikan dan perawatan tubuh. Sebagai kosmetik gaharu bisa dijual seharga Rp 2-5 juta per kilogram, bahkan untuk jenis super dan dobel super harganya mencapai Rp18 juta per kilogram.
Di Indonesia tanaman ini dikelompokan sebagai produk komoditi hasil hutan bukan kayu. Atas dasar itu, pengembangan gaharu sangat mendukung program pelestarian hutan yang digalakkan pemerintah, investasi dibidang gaharu sendiri sebenarnya sangat menguntungkan, Gaharu bisa dipanen pada usia 5-8 tahun.
Untuk satu hektare gaharu hingga bisa dipanen, memerlukan biaya sebesar Rp 125 juta namun hasil panen yang didapat mencapai puluhan kali lipat. Budidaya gaharu sangat cocok dikembangkan dalam meningkatkan hasil hutan non kayu, sementara pasarnya sangat luas dan tidak terbatas.
Sumber : http://gaharujabar.wordpress.com/
 http://kebungaharununukan.blogspot.com/2012/08/kementerian-kehutanan-kembangkan.html

BIBIT GAHARU SUPER


BIBIT GAHARU SUPER  

Bibit Gaharu Super...? , mengapa di katakan gaharu super , sebaiknya kita melihat dari awal bagaimana kita memilih buah yang benar-benar sudah tua agar biji yang di hasilkan hasilnya baik , mengapa kita harus memilih buah gaharu yang sudah tua , pengamatan kami sebagai berikut :

1. buah gaharu yang sudah tua berwarna kuning , dari buah inilah maka biji yang di hasilkan sangat baik buat pembibitan biasanya minimal 85% akan berkecambah.
2. buah gaharu yang kurang tua berwarna masih hijau , dari buah ini akan di hasilkan biji yang kurang baik sehingga apabila untuk proses pembibitan hasilnya biasanya 30-50% saja serta proses berkecambahnya biasanya agak lama dari pada biji yang sudah tua.

Proses penyemaian bisa di lakukan dengan berbagai cara , tetapi pengalaman kami ada 2 cara yaitu biji gaharu langsung di semai kedalam polibek dan ada juga penyemaian di lakukan dengan media sterofom atau yang lainnya , selanjutnya kita siapkan lahan untuk proses penyemaian , perlu di ketahui penyiapan lahan sebaiknya di tempat yang sejuk karena gaharu tidak tahan terhadap suhu udara panas dan alangkah baiknya apabila atasnya di kasih penutup paranet agar sinar matahari bisa masuk secara teratur.
Nah..., dari pengamatan di atas kita bisa menentukan hasil bibit gaharu super yaitu bersumber dari biji yang berkualitas baik , sekarang tinggal proses penyemaian dan juga perawatan agar biji ini bisa tumbuh secara maksimal menjadi gaharu super.

Proses selanjutnya perawatan setelah penyemaian sebaiknya penyiraman di lakukan 1 x sehari , apabila bibit berumur sekitar 1 bulan sebaiknya di beri pupuk , perlu di ingat dalam pemberian pupuk tahap awal ini sebaiknya sedikit sekali di karenakan bibit masih kecil bisa mengakibatkan kematian apabila terlalu banyak kasih pupuk , setelah pemupukan selang 3-5 hari sebaiknya penyemprotan agar daun tidak termakan hama ulat , dan untuk seterusnya sebaiknya pemupukan maksimal 3-4 minggu sekali dan sebailiknya penyemprotanpun di lakukan 3-4 minggu sekali. Dengan seperti ini maka akan di hasilkan BIBIT GAHARU SUPER.

Dari hasil inilah maka kita akan tau bagaimana bibit gaharu super , pada intinya bibit gaharu super bibit gaharu yang berasal dari biji yang berkualitas serta perawatan yang maksimal sehingga proses pertumbuhannya lebih cepat. Nah sekarang kita sudah tau bagaimana cara memilih bibit gaharu super dan kami CV.MAJUBERKAH menyediakan dan menjual bibit gaharu super dan berkualitas
 
 

Daun Pohon gaharu pun jadi '' Dollar ''

Daun Pohon gaharu pun jadi '' Dollar ''

Untuk Proses Pembuatan teh dari daun gaharu. Pertama kita jemur dulu daunnya

Info Gaharu

Info Gaharu

 
Budidaya Gaharu, Satu Pohoh Hasilkan Puluhan Juta
Media Track | Tue, Feb 17, 2009 at 13:07 | Kota Baru, Radar Banjarmasin
Mahalnya harga jual getah dan pohon gaharu saat ini membuat banyak petani Kotabaru mulai tertarik untuk mengembangkan dan membudidayakan pohon gaharu. Selain memiliki harga ekonomis yang tinggi, pohon gaharu juga dapat tumbuh di kawasan hutan tropis. Pengembangan pohon gaharu saat ini tak terlalu banyak dikenal orang. Hanya orang-orang tertentu saja yang sudah mengembangkan dan menanam pohon ini. Padahal, keuntungan dari bisnis pohon gaharu dapat mengubah tingkat kesejahteraan warga hanya dalam waktu beberapa tahun.
Selain dapat tumbuh di kawasan hutan, pohon gaharu juga dapat tumbuh di pekarangan warga. Karena itu sebenarnya warga memiliki banyak kesempatan untuk menanam pohon yang menghasilkan getah wangi ini. Banyaknya getah yang dihasilkan dari pohon gaharu tergantung dari masa tanam dan panen pohon tersebut. Misalnya untuk usia tanam selama 9 sampai 10 tahun, setiap batang pohon mampu menghasilkan sekitar 2 kilogram getah gaharu.
Sementara harga getah gaharu mencapai Rp5-20 juta per kilogram. Harga itu tergantung dari jenis dan kualitas getah gaharu. Untuk getah gaharu yang memiliki kualitas rendah dan berwarna kuning laku dijual Rp5 juta per Kg, sedangkan untuk getah pohon gaharu yang berwarga hitam atau dengan kualitas baik laku dijual Rp15-20 juta per Kg.
Salah seorang petani Kotabaru yang sudah mengembangkan pohon gaharu ini adalah Miran, warga Desa Langkang, Kecamatan Pulau Laut Timur. Menurutnya, untuk menanam pohon gaharu dan menghasilkan banyak getah diperlukan perawatan khusus.
Saat pohon gaharu berumur sekitar 5-8 tahun, pohon yang tumbuh seperti pohon hutan alam itu perlu disuntik dengan obat pemuncul getah. Setiap pohon diperlukan satu ampul dengan harga Rp300 ribu. Miran mengaku, ia sudah menjual sekitar 50 batang pohon gaharu yang masih berumur sekitar 1-3 tahun dengan nilai Rp19 juta. Ia juga telah menanam 500 batang pohon gaharu dengan umur satu tahun lebih dan tinggi sekitar 50 cm.
Karena memiliki sifat tumbuh yang tidak jauh beda dengan tanaman hutan lainnya, setiap hektar lahan dapat ditanam sekitar 500 pohon gaharu dengan jarak tanam sekitar 3-4 kali 6 meter.
Bibit pohon gaharu tersebut ia peroleh dari Samarinda, Kalimantan Timur, yang sebelumnya dikembangkan dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Harga bibit dari Rp7.500 sampai Rp10.000 per pohon.
Untuk pemasaran tidak perlu repot, karena banyak pembeli yang siap mendatangi mereka yang memiliki getah gaharu. Pengusaha transportasi itu juga berharap usaha yang ia rintis dapat diikuti masyarakat dan petani lain di Kotabaru. Apalagi bila mengingat masih banyak lahan tidur dibiarkan terbengkalai mubazir.
“Jika lahan tidur di wilayah kita dikembangkan dengan menanam gaharu, maka 10-15 tahun kemudian akan menghasilkan uang ratusan juta,” terang Miran. Sebelumnya, Miran sudah mencoba beberapa tanaman kebun, namun hasilnya tidak seperti menanam pohon gaharu. Dalam satu pohon usia dewasa dapat menghasilkan uang puluhan juta rupiah,
Selain Miran banyak petani lain di Desa Betung, Langkang Lama, Langkang Baru, Gunung Ulin dan Sebelimbingan yang mulai mengembangkan kayu yang biasa diambil getahnya untuk bahan minyak dan bahan obat-obatan tersebut.(Narullah)
GAHARU: HHBK yang Menjadi Primadona
Gaharu merupakan salah satu komoditi hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang cukup dapat diandalkan, khususnya apabila ditinjau dari harganya yang sangat istimewa bila dibandingkan dengan HHBK lainnya.  Nilai jual yang tinggi dari gaharu ini mendorong masyarakat untuk memanfaatkannya.  Sebagai contoh, pada awal tahun 2001, di Kalimantan Timur tepatnya di Pujangan (Kayan) harga gaharu dapat mencapai Rp. 600.000,- per kilogram .  Pada tingkat eceran di kota-kota besar harga ini tentunya akan semakin tinggi pula.  Kontribusi gaharu terhadap perolehan devisa juga menunjukkan grafik yang terus meningkat. Menurut Balai Pusat Statistik, rata-rata nilai ekspor gaharu dari Indonesia tahun 1990-1998 adalah sebesar US $ 2 juta, dan pada tahun 2000 meningkat menjadi US $ 2.2 juta.
Gaharu dikenal karena memiliki aroma yang khas dan dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti parfum, pewangi ruangan, hio (pelengkap sembahyang pemeluk agama Budha & Kong Hu Cu), obat, dan sebagainya.
Masyarakat awam seringkali mengaburkan istilah gaharu dengan pohon gaharu.  Menurut SNI 01-5009.1-1999 gaharu didefinisikan sebagai sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas, serta memiliki kandungan kadar damar wangi yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu yang tumbuh secara alami dan telah mati sebagai akibat dari suatu proses infeksi yang terjadi baik secara alami atau buatan pada suatu jenis pohon, yang pada umumnya terjadi pada pohon Aquilaria sp. (Nama daerah: Karas, Alim, Garu dan lain-lain).
Gaharu diperdagangkan dalam berbagai bentuk, yaitu berupa bongkahan, chips dan serbuk.  Bentuk bongkahan dapat berupa patung atau bentuk unik (natural sculpture) atau tanpa bentuk sama sekali.  Demikian pula warnanya, bervariasi mulai dari mendekati putih sampai coklat tua atau mendekati kehitaman, tergantung kadar damar wangi yang dikandungnya dan dengan sendirinya akan semakin wangi atau kuat aroma yang yang ditimbulkannya.  Umumnya warna gaharu inilah yang dijadikan dasar dalam penentuan kualitas gaharu. Semakin hitam/pekat warnanya, semakin tinggi kandungan damar wanginya, dan akan semakin tinggi pula nilai jualnya.  Umumnya semakin hitam/pekat warna gaharu, menunjukkan semakin tinggi proses infeksinya, dan semakin kuat aroma yang ditimbulkannya.  Namun pedoman warna dan aroma ini tidaklah mutlak, karena dalam kenyataannya, warna ini dapat diakali dengan penerapan pewarna, sedangkan aroma dapat diakali dengan mencelupkan gaharu ke dalam destilat gaharu.  Sehingga hanya pedagang-pedagang yang sudah berpengalaman dan sudah lama berkecimpung dalam perdagangan gaharu sajalah yang dapat membedakan antara gaharu yang tinggi kualitasnya dengan yang lebih rendah kualitanya (kemedangan).
Di Indonesia, gaharu yang diperdagangkan secara nasional masih dalam bentuk bongkahan, chips ataupun serbuk gaharu.  Masyarakat belum tertarik untuk mengolah gaharu secara lebih lanjut, misalnya dalam bentuk produk olahan seperti destilat gaharu, parfum, chopstick, dan lain-lain, yang tentunya akan lebih meningkatkan nilai jualnya.
Gaharu dihasilkan oleh pohon-pohon terinfeksi yang tumbuh di daerah tropika dan memiliki marga Aquilaria, Gyrinops dan Gonystilus yang keseluruhannya termasuk dalam famili Thymelaeaceae.  Marga Aquilaria terdiri dari 15 spesies, tersebar di daerah tropis Asia mulai dari India, Pakistan, Myanmar, Lao PDR, Thailand, Kamboja, China Selatan, Malaysia, Philipina dan Indonesia.  Enam diantaranya ditemukan di Indonesia (A. malaccensis, A. microcarpa, A. hirta, A. beccariana, A. cumingiana dan A. filarial).  Keenam jenis tersebut terdapat hampir di seluruh kepulauan Indonesia, kecuali Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.  Marga Gonystilus memiliki 20 spesies, tersebar di Asia Tenggara mulai dari Malaysia, Peninsula, Serawak, Sabah, Indonesia, Papua New Guinea, Philipina dan kepulauan Solomon serta kepulauan Nicobar.  Sembilan spisies diantaranya terdapat di Indonesia yaitu: di Sumatera, Kalimantan, Bali, Maluku dan Irian Jaya. Marga Gyrinops memiliki tujuh spesies.  Enam diantaranya tersebar di Indonesia bagian timur serta satu spesies terdapat di Srilanka.
Penyebab timbulnya infeksi (yang menghasilkan gaharu) pada pohon penghasil gaharu, hingga saat ini masih terus diamati.  Namun, para peneliti menduga bahwa ada 3 elemen penyebab proses infeksi pada pohon penghasil gaharu, yaitu (1) infeksi karena fungi, (2) perlukaan dan (3) proses non-phatology.  Dalam grup yang pertama, Santoso (1996) menyatakan telah berhasil mengisolasi beberapa fungi dari pohon Aquilaria spp. yang terinfeksi yaitu: Fusarium oxyporus, F. bulbigenium dan F. laseritium.  Pada kasus 2 dan 3 muncul hipotesis yang menyatakan bahwa perlukaan pohon dapat mendorong munculnya proses penyembuhan yang menghasilkan gaharu. Tetapi hipotesis inipun masih memerlukan pembuktian.
Kualita Gaharu Indonesia secara nasional telah ditetapkan dalam SNI 01-5009.1-1999 Gaharu.  Dalam SNI tersebut kualita gaharu dibagi dalam 13 kelas kualitas yang terdiri dari :
  • Gubal gaharu yang terbagi dalam 3 kelas kualita (Mutu Utama = yang setara dengan mutu super; mutu Pertama = setara dengan mutu AB; dan mutu Kedua = setara dengan mutu Sabah super),
  • Kemedangan yang terbagi dalam 7 kelas kualita (mulai dari mutu Pertama = setara dengan mutu TGA/TK1 sampai dengan mutu Ketujuh = setara dengan mutu M3), dan
  • Abu gaharu yang terbagi dalam 3 kelas kualita (mutu Utama, Pertama dan Kedua).
Pada kenyataannya dalam perdagangan gaharu, pembagian kualitas gaharu tidak seragam antara daerah yang satu dengan yang lain, meskipun sudah ada SNI 01-5009.1-1999 Gaharu.  Sebagai contoh, di Kalimantan Barat disepakati 9 jenis mutu yaitu dari kualitas Super A (terbaik) sampai dengan mutu kemedangan kropos (terburuk).  Sedangkan di Kalimantan Timur dan Riau, para pebisnis gaharu menyepakati 8 jenis mutu, mulai dari mutu super A (terbaik) sampai dengan mutu kemedangan (terburuk).  Penetapan standar di lapangan yang tidak seragam tersebut dimungkingkan karena keberadaan SNI Gaharu sejauh ini belum banyak diketahui dan dimanfaatkan oleh para pedagang maupun pengumpul. Disamping itu, sebagaimana SNI-SNI hasil hutan lainnya,  penerapan SNI Gaharu masih bersifat sukarela (voluntary), dimana tidak ada kewajiban untuk memberlakukannya.
Pemanfaatan gaharu dari alam secara tradisional di Indonesia (Kalimantan dan Sumatera), akan menjamin kelestarian pohon induknya, yaitu hanya mengambil bagian pohon yang ada gaharunya saja tanpa harus menebang pohonnya.  Pemanenan Gaharu sebaiknya dari pohon-pohon penghasil gaharu yang mempunyai diameter di atas 20 cm.  Namun, sejalan dengan meningkatnya permintaan pasar dan nilai jual dari gaharu, masyarakat lokal telah mendapat pesaing dari pebisnis gaharu dari tempat lain, sehingga mereka berlomba-lomba untuk berburu gaharu.  Akibatnya, pemanfaatan gaharu secara tradisional yang mengacu pada prinsip kelestarian tidak dapat dipertahankan lagi.  Hal ini berdampak, semakin sedikitnya pohon-pohon induk gaharu.  Bahkan di beberapa tempat, gaharu telah dinyatakan jarang/hampir punah.  Hal ini disebabkan oleh karena penduduk tidak lagi hanya menoreh bagian pohon yang ada gaharunya, tetapi langsung menebang pohonnya.  Diameter pohon yang ditebangpun menurun menjadi dibawah 20 cm, dan tentu saja kualita gaharu yang diperolehpun tidak dapat optimal.
Akibat semakin langkanya tegakan pohon penghasil gaharu, dalam COP (Conference of Parties) ke – 9 CITES (Convention on the International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna) di Fort Lauderdale, Florida, USA (7 – 18 Nopember 1994) para peserta konferensi atas usulan India menerima proposal pendaftaran salah satu spesies penghasil gaharu (A. malaccensis) dalam CITES Appendix II.  Dengan demikian dalam waktu 90 hari sejak penerimaan/penetapan proposal tersebut, perdagangan spesies tersebut harus dilakukan dengan prosedur CITES.
Namun masalahnya, hingga saat ini gaharu yang diperdagangkan dalam bentuk bongkahan, chips, serbuk, destilat gaharu serta produk akhir seperti chopstick, pensil, parfum, dan lain-lain tidak dapat/sulit untuk dapat dibuktikan apakah gaharu tersebut dihasilkan oleh jenis A. malaccensis ataukah dari spesies lain.   Untuk mengatasi masalah ini, akhirnya ditempuh kebijaksanaan bahwa baik negara pengekspor maupun penerima tetap menerapkan prosedur CITES terhadap setiap produk gaharu, terlepas apakah produk tersebut berasal dari spesies A. malaccensis ataukah bukan.  Hal ini dikarenakan sebagian besar populasi spesies penghasil gaharu di alam sudah berada pada posisi terancam punah.  Dengan demikian diharapkan populasi spesies penghasil gaharu dapat diselamatkan.
Mempertimbangkan nilai jual Gaharu, patut diupayakan peningkatan peranan Gaharu sebagai komoditas andalan alternatif untuk penyumbang devisa dari sektor kehutanan selain dari produk hasil hutan kayu.  Untuk mendapatkan manfaat nilai tambah maksimal dalam memanfaatkan komoditas tersebut, perlu pembinaan  kepada produsen di dalam negeri untuk mengolah gaharu secara lebih lanjut, misalnya dalam bentuk produk akhir (olahan) seperti destilat gaharu, parfum, chopstick, dan lain-lain dengan nilai jual yang lebih tinggi. Disamping itu, untuk mendorong keseragaman penetapan kualita di lapangan, keberadaan SNI gaharu perlu disosialisasikan di kalangan para produsen, pedagang, dan para konsumen. Lebih lanjut, untuk menjamin keberlanjutan pasokan gaharu, perlu upaya pembinaan agar masyarakat memanen gaharu dengan cara-cara yang mengindahkan kaidah-kaidah kelestarian.  Akhirnya, untuk menghindarkan kepunahan gaharu, maka aturan atau prosedur CITES dalam perdagangan komoditas gaharu harus dilaksanakan secara konsekwen di lapangan oleh para pihak yang berkepentingan.
Sumber Berita :
Standar Nasional Indonesia
SNI 01-5009.1-1999
Definisi
Gaharu adalah sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas, serta memiliki kandungan kadar damar wangi, berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu yang tumbuh secara alami dan telah mati, sebagai akibat dari proses infeksi yang terjadi baik secara alami atau buatan pada pohon tersebut, dan pada umumnya terjadi pada pohon Aguilaria sp. (Nama daerah : Karas, Alim, Garu dan lain-lain).
Abu gaharu adalah serbuk kayu gaharu yang dihasilkan dari proses penggilingan atau penghancuran kayu gaharu sisa pembersihan atau pengerokan.
Damar gaharu adalah sejenis getah padat dan lunak, yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, dengan aroma yang kuat, dan ditandai oleh warnanya yang hitam kecoklatan.
Gubal gaharu adalah kayu yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, memiliki kandungan damar wangi dengan aroma yang agak kuat, ditandai oleh warnanya yang hitam atau kehitam-hitaman berseling coklat.
Kemedangan adalah kayu yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, memiliki kandungan damar wangi dengan aroma yang lemah, ditandai oleh warnanya yang putih keabu-abuan sampai kecoklat-coklatan, berserat kasar, dan kayunya yang lunak.
Klasifikasi
Gubal gaharu dibagi dalam tanda mutu, yaitu :
  1. Mutu utama, dengan tanda mutu U, setara mutu super.
  2. Mutu pertama, dengan tanda mutu I, setara mutu AB.
  3. Mutu kedua, dengan tanda mutu II, setara mutu sabah super.
Kemedangan dibagi dalam 7 (tujuh) kelas mutu, yaitu :
  1. Mutu pertama, dengan tanda mutu I, setara mutu TGA atau TK I.
  2. Mutu kedua, dengan tanda mutu II, setara mutu SB I.
  3. Mutu ketiga, dengan tanda mutu III, setara mutu TAB.
  4. Mutu keempat, dengan tanda mutu IV, setara mutu TGC.
  5. Mutu kelima, dengan tanda mutu V, setara mutu M 1.
  6. Mutu keenam, dengan tanda mutu VI, setara mutu M 2.
  7. Mutu ketujuh, dengan tanda mutu VII, setara mutu M 3.
Abu gaharu dibagi dalam 3 (tiga) kelas mutu, yaitu :
  1. Mutu Utama, dengan tanda mutu U.
  2. Mutu pertama, dengan tanda mutu I.
  3. Mutu kedua, dengan tanda mutu II.
Cara Pemungutan
Gubal gaharu dan kemedangan diperoleh dengan cara menebang pohon penghasil gaharu yang telah mati, sebagai akibat terjadinya akumulasi damar wangi yang disebabkan oleh infeksi pada pohon tersebut.
Pohon yang telah ditebang lalu dibersihkan dan dipotong-potong atau dibelah-belah, kemudian dipilih bagian-bagian kayunya yang telah mengandung akumulasi damar wangi, dan selanjutnya disebut sebagai kayu gaharu.
Potongan-potongan kayu gaharu tersebut dipilah-pilah sesuai dengan kandungan damarnya, warnanya dan bentuknya.
Agar warna dari potongan-potongan kayu gaharu lebih tampak, maka potongan-potongan kayu gaharu tersebut dibersihkan dengan cara dikerok.
Serpihan-serpihan kayu gaharu sisa pemotongan dan pembersihan atau pengerokan, dikumpulkan kembali untuk dijadikan bahan pembuat abu gaharu.
Syarat Mutu
Persyaratan umum
Baik gubal gaharu maupun kemedangan tidak diperkenankan memiliki cacat-cacat lapuk dan busuk.
Persyaratan khusus
Persyaratan khusus mutu gaharu, dapat dilihat berturut-turut pada Tabel 1, 2 dan 3.
Tabel 1. Persyaratan Mutu Gubal Gaharu
No. Karakteristik M u t u
U I II
1. Bentuk - - -
2. Ukuran :
p
l
t
4 – 15 cm
2 – 3 cm
> 0,5 cm
4 – 15 cm
2 – 3 cm
> 0,5 cm
>15 cm
-
-
3. Warna Hitam merata Hitam kecoklatan Hitam kecoklatan
4. Kandungan damar wangi Tinggi Cukup Sedang
5. Serat Padat Padat Padat
6. Bobot Berat Agak berat Sedang
7. Aroma (dibakar) Kuat Kuat Agak kuat
Tabel 2. Persyaratan Mutu Kemedangan
No. Karakteristik M u t u
I II III IV V VI VII
1. Warna Coklat kehitaman Coklat bergaris hitam Coklat bergaris putih tipis Kecoklatan bergaris putih tipis Kecoklatan bergaris putih lebar Putih keabu-abuan garis hitam tipis Putih keabu-abuan
2. Kandungan damar wangi Tinggi Cukup Sedang Sedang Sedang Kurang Kurang
3. Serat Agak padat Agak padat Agak padat Kurang padat Kurang padat Jarang Jarang
4. Bobot Agak berat Agak berat Agak berat Agak berat Ringan Ringan Ringan
5. Aroma (dibakar) Agak kuat Agak kuat Agak kuat Agak kuat Kurang kuat Kurang kuat Kurang kuat
Tabel 3. Persyaratan Mutu Abu Gaharu
No. Karakteristik M u t u
U I II
1. Warna Hitam Coklat kehitaman Putih kecoklatan/kekuningan
2. Kandungan damar wangi Tinggi Sedang Kurang
3. Aroma (dibakar) Kuat Sedang Kurang
Pengambilan Contoh
Pengambilan contoh kayu atau abu gaharu untuk keperluan pemeriksaan dilakukan secara acak, dengan jumlah contoh uji seperti tercantum pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah Gaharu Contoh Uji
No. Jumlah Populasi Jumlah Contoh Uji
1.
2.
3.
<100 kg
100 – 1.000 kg
> 1.000 kg
15 gr
100 gr
200 gr
Cara Uji Prinsip : Pengujian dilakukan secara kasat mata (visual) dengan mengutamakan kesan warna dan kesan bau (aroma) apabila dibakar.
Peralatan yang digunakan meliputi meteran, pisau, bara api, kaca pembesar (loupe) ukuran pembesaran > 10 (sepuluh) kali, dan timbangan.
Syarat pengujian
Kayu gaharu yang akan diuji harus dikelompokkan menurut sortimen yang sama. Khusus untuk abu gaharu dikelompokkan menurut warna yang sama.
Pengujian dilaksanakan ditempat yang terang (dengan pencahayaan yang cukup), sehingga dapat mengamati semua kelainan yang terdapat pada kayu atau abu gaharu.
Pelaksanaan pengujian
Penetapan jenis kayu
Penetapan jenis kayu gaharu dapat dilaksanakan dengan memeriksa ciri umum kayu gaharu.
Penetapan ukuran
Penetapan ukuran panjang, lebar dan tebal kayu gaharu hanya berlaku untuk jenis gubal gaharu.
Penetapan berat
Penetapan berat dilakukan dengan cara penimbangan, menggunakan satuan kilogram (kg).
Penetapan mutu
Penetapan mutu kayu gaharu adalah dengan penilaian terhadap ukuran, warna, bentuk, keadaan serat, bobot kayu, dan aroma dari kayu gaharu yang diuji. Sedangkan untuk abu gaharu dengan cara menilai warna dan aroma.
  1. Penilaian terhadap ukuran kayu gaharu, adalah dengan cara mengukur panjang, lebar dan tebal, sesuai dengan syarat mutu pada Tabel 2.
  2. Penilaian terhadap warna kayu dan abu gaharu adalah dengan menilai ketuaan warna, lebih tua warna kayu, menandakan kandungan damar semakin tinggi.
  3. Penilaian terhadap kandungan damar wangi dan aromanya adalah dengan cara memotong sebagian kecil dari kayu gaharu atau mengambil sejumput abu gaharu, kemudian membakarnya. Kandungan damar wangi yang tinggi dapat dilihat dari hasil pembakaran, yaitu kayu atau abu gaharu tersebut meleleh dan mengeluarkan aroma yang wangi dan kuat.
  4. Penilaian terhadap serat kayu gaharu, adalah menilai kerapatan dan kepadatan serat kayu. Serat kayu yang rapat, padat, halus dan licin, bermutu lebih tinggi dari pada serat yang jarang dan kasar.
Penetapan mutu akhir
Penetapan mutu akhir didasarkan pada mutu terendah menurut salah satu persyaratan mutu berdasarkan karakteristik kayu gaharu.
Syarat Lulus Uji
Kayu gaharu atau abu gaharu yang telah diuji atau diperiksa, dinyatakan lulus uji apabila memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan.
Syarat Penandaan
Pada kemasan kayu atau abu gaharu yang telah selesai dilakukan pengujian harus diterakan:
- Nomor kemasan
- Berat kemasan
- Sortimen
- Mutu
- Nomor SNI
- Tanda Pengenal Perusahaan (TPP)
Sumber Berita :

forum hijau indonesia



https://fbcdn-sphotos-f-a.akamaihd.net/hphotos-ak-frc3/1008916_471780456246390_2134508714_o.jpg
Menhut : Tingkatkan Permintaan Ekspor Kayu Gaharu
Forumhijau.com - Menteri Kehutanan (Menhut), Zulkifli Hasan, mengakui ekspor kayu gaharu selama ini sulit langsung pasar China dan membuat harga gaharu Indonesia lebih mahal.

Dengan perdagangan langsung, produsen Indonesia mendapat harga tinggi karena tidak ada biaya perantara, sedangkan konsumen China untung karena mendapat harga yang lebih murah. Mengacu pada kesepakatan perdagangan, harga jual ekspor kayu gaharu ditetapkan US$ 10-US$ 15.000 per kilogram. Penentuan harga ditetapkan berdasar kualitas kayu gaharu. Kesepakatan ini diharapkan juga bisa menekan ekspor kayu gaharu ilegal.

Zulkifli menegaskan, Kementrian Kehutanan akan terus meningkatnya permintaan ekspor dan tingginya harga jual komoditas tersebut membuat pemerintah mengkaji peningkatan produksi melalui pengembangan hutan budi daya. Selama ini 98% dari total ekspor produk gaharu dalam negeri berasal dari hutan alam. “Dengan peningkatan permintaan di pasar dunia, Indonesia tidak bisa mengandalkan gaharu dari hutan alam saja, harus dikembangkan produksi melalui hutan budi daya,” ujarnya.

Beberapa lokasi di Indonesia memiliki iklim yang cukup mendukung bagi pengembangan hutan budi daya gaharu. Di antaranya Papua, Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, Bangka Belitung dan Lampung. Data Kementerian Kehutanan menunjukkan total varietas gaharu dunia mencapai 15 varietas dan enam di antaranya tumbuh di seluruh daerah di Indonesia kecuali Jawa dan Sunda Kecil.

Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Gaharu Indonesia, Mashur menyatakan. asosiasi siap ikut aktif dalam pengembangan budi daya. Rencananya akan ada laboratorium genetika gaharu yang dikembangkan oleh asosiasi, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pertanian. Dengan memanfaatkan budi daya, kayu gaharu bisa dipanen pada usia tiga tahun. Selama ini, tanaman gaharu di hutan alam baru bisa diambil pada usia 6-8 tahun.

Gaharu budi daya membutuhkan biaya mulai tanam hingga panen sebesar Rp 4 juta per pohon.

Indonesia kini bisa menembus pasar ekspor gaharu ke Tiongkok, setelah sebelumnya ekspor komoditas ini harus melewati negara ketiga, seperti Taiwan, Singapura, dan Hong Kong. “Selain volume perdagangan kita meningkat, petani dan pengusaha gaharu nasional juga memperoleh harga yang tinggi karena tidak ada `fee` untuk pihak ketiga dari perdagangan langsung ini, demikian juga pihak Tiongkok,” kata Menteri Kehutanan.

Di pasar Internasional, katanya, saat meresmikan ekspor langsung perdana kayu gaharu ke Tiongkok, kebutuhan gaharu dunia setiap tahun mencapai 4.000 ton dan Tiongkok merupakan salah satu negara pengimpor gaharu terbesar dengan kebutuhan per tahun mencapai 500 ton. Selama ini, ekspor gaharu Indonesia lebih banyak ditujukan ke Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Taiwan, Singapura, Hongkong, Amerika Serikat, dan Uni Eropa karena kesulitan untuk menembus langsung ke pasar Tiongkok.

Dalam lima tahun terakhir ini, total ekspor gaharu Indonesia berkisara 170-573 ton dengan perkiraan perolehan devisa pada tahun 2006 sebesar 26.086.350 dolar AS dan meningkat menjadi 85.987.500 dolar tahun 2010.“Kita menargetkan dalam beberapa tahun ke depan ekspor gaharu tidak hanya bersumber dari hutan alam, tetapi juga dari hasil budidaya,” kata Zulkifli. Ekspor gaharu ini dilakukan dalam bentuk serpihan (chips), balok kayu (block), Serbuk (powder), dan minyak (oil).

Zulkifli mengatakan, potensi gaharu di Indonesia diperkirakan mencapai 600 ribu ton per tahun dengan sentra produksi berada di Papua, Kalimantan, dan Sumatera. Harga gaharu Indonesia berkisar Rp 100.000-150.000.000 per kg, tergantung kualitasnya. Saat ini, budidaya gaharu sudah mulai dikembangkan di Bangka, Sukabumi, Bogor, Lampung, dan NTT. “Kalau kita mengandalkan dari alam saja tentulah pasokan terbatas,” katanya.

Menuru Mashur, selama ini perdagangan langsung gaharu dari Indonesia ke Tiongkok terhalang sindikasi mafia. “Kita susah langsung masuk ke pasar negara itu karena gaharu ini memang sangat mahal,” katanya. Selama ini, menurut dia, 98 persen pasokan gaharu Indonesia masih berasal dari hutan alam. “Potensinnya di Indonesia masih sangat tinggi dari hutan yang sangat luas,” katanya. Satu pohon, dia bilang bisa menghasilkan 600 kg serpihan (chips).

Gaharu kualitas paling tinggi di Indonesia “aquilaria filaria” kebanyakan berada di hutan Kalimantan Timur dan harganya mencapai Rp 150 juta per kg. “Kalau di China mereka bisa jual Rp 400 juta per kg, sedangkan di Timur Tengah untuk yang kualitas tinggi ini dijual dengan harga Rp 300 juta per kilo. (iwb)
https://fbcdn-sphotos-h-a.akamaihd.net/hphotos-ak-prn1/s720x720/531334_253217188102719_50301602_n.jpg

©[FHI/Antara]

 
Follow us: @forum_hijau
https://www.facebook.com/ForumHijauIndonesia/posts/452380944853008

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | Grocery Coupons